Langsung ke konten utama

Ambisius | Sharing #7

Malam ini aku baru saja pulang bekerja, seperti biasa sangat melelahkan, poin paling penting dari perjalanan pulang tadi adalah kesunyian dan kesepian. Seringkali aku merasakan kesepian dibalut kesunyian, mungkin karena kehidupanku sekarang ini tidak lagi bersama keluarga, rasanya ketika pulang bekerja ingin sekali membawakan makanan, atau gembolan kresek entah itu apa, yang penting barang atau makanan untuk ibuku dirumah, tetapi semuanya sangat sukar dilakukan. Terkadang aku merasa iri dengan keutuhan keluarga diluaran sana, meskipun beban yang mereka pikul sangat berat, tetapi semuanya akan terobati ketika berpulang ke rumahnya, bercengkrama bersama setelah seharian beraktivitas, hangat rasanya.

Untuk kehidupan berkeluarga, bekerja menjadi sebuah keharusan mutlak. Karena kebutuhan berbagai finansial sandang maupun pangan harus tercukupi. Terlepas mau apapun pekerjaannya asalkan sebanding dengan biaya hidup. Tapi apakah pekerjaan menjadi prioritas seseorang? Entahlah. Aku sering berpikir disaat perjalanan pulang ketika selesai bekerja, sebenarnya apa tujuan hidup dari setiap individu? Apakah itu harta? Apakah itu tahta? Atau mungkin hanya mengikuti pattern pada umumnya? Aneh rasanya hidup cuman begitu-begitu saja. Menurutku semuanya perlu diperjuangankan, akan tetapi perjuangan tak melulu harus mengorbankan. Aku ingin tahu isi kepala semua orang yang berlalu lalang di jalanan perihal kehidupannya. Apa mereka  sama sepertiku berjuang demi cita-cita? Atau hanya sekadar mencukupi mandat finansial kehidupan?

Aku sadar betul bahwa hidupku sangat berambisi. Ingin mengejar ini, ingin menggapai itu, tapi dari sifat ambisi ini pemikiranku hanya tertuju pada satu klimaks pencapaian saja, sisi lain dari prosesnya di kesampingkan, hidupku terasa begitu-begitu saja, membosankan lama-lama. Otakku di pekerjakan paksa oleh nafsu. Ya, nafsu duniawi! Apapun itu apabila dibarengi nafsu mungkin terasa tidak khidmat. Karena fitrahnya manusia adalah kesabaran, tidak harus dengan nafsu. Terlalu ambisius ini menjadikan pribadiku sering tidak percaya diri, dikarenakan ketakutan tujuan tidak sesuai dengan keinginan. Tujuan hidup itu penting agar kita tak salah arah, tetapi manusia hanya bisa merencanakan dan berusaha saja, selebihnya Allah-lah yang memutuskan, Allah itu tau mana yang kita butuhkan dan mana yang diinginkan. So, Allah tidak akan mungkin salah mengambil keputusan. Idealis itu perlu, tetapi sesuaikan dengan realistis.

Turun temurun kemungkinan pattern kehidupan sama saja seperti itu-itu saja. Sekolah-kuliah-bekerja-nikah-punya anak. Apa tidak bosan dengan berkehidupan begitu-gitu saja? Lalu proses perjalanannya terabaikan. Semua orang pasti ingin sukses dalam kehidupannya, tetapi secara tidak sadar jatuhnya lebih ke hal duniawi saja, karena fokusnya hanya dengan urusan dunianya saja. Kita lupa bahwa pencapaian bisa diraih karena kesabaran, dan kenikmatan, dan yang pasti ada turut andil semesta, Tuhan sekalian alam, Allah swt. Semua orang berlomba-lomba dalam dunia, hingga menghalalkan berbagai cara. Manusia di negeri ini memang lucu-lucu. Sebagian besar karena ingin pengakuan saja. Tingkatan level society menjadi ajang gengsi. Sakit kah society di negeri tercinta ini?

Aku banyak sekali mendapatkan poin dalam berambisi, yang paling utama adalah berambisi sah-sah saja, asalkan tidak melupakan bahwa kita manusia hidup di dunia ini hanya sebentar, cuman numpang lewat saja. Ambisi duniawi akan tercapai apabila kita meminta ijin kepada yang punyaNya. Aku percaya bahwa seorang yang berjuang dalam kehidupan akan mendapatkan timbal balik sepadan, kenikmatan duniawi akan terasa nanti setelah proses perjuangan, karena dibalik perjuangan pasti ada kemerdekaan, keringat perjuangan sekarang ini akan indah pada waktunya, insha Allah.


Komentar

Rizal Fadhilah mengatakan…
Panjang umur perjuangan!
Isal mengatakan…
SEHAT TRS LUR ! URNG DOAKEUN MNH JADI JELEMA BERMANFAAT!
Manipulator Estetika mengatakan…
Panjang umur pertemanan mon
Manipulator Estetika mengatakan…
Amin sal, panjang umur perjuangan wkwk

Postingan populer dari blog ini

Simbolik Merubah Daya Nalar / Manipulator Estetika

     "Enam tahun berlalu, dan rasanya seperti dua kehidupan yang berbeda." Nggak nyangka juga, akhirnya nulis lagi di blog ini—yang entah bagaimana masih bertahan meski pemiliknya sibuk survive dan belajar jadi manusia. Dalam enam tahun terakhir, karier naik turun kayak roller coaster, dan perjalanan batin? hhmm... sangat mengesankan. Tapi justru dari situ semua, banyak hal tumbuh… pelan-pelan, dalam diam, tapi nyata. Jadi, tulisan ini semacam sapaan hangat dari versi diriku yang sekarang—lebih lelah, tapi juga lebih paham arah.       Ada getaran batin ketika meng-klik thumbnail salah satu video yang baru saja ku tonton. Itulah yang aku rasakan saat menonton yang entah kenapa, hadir di waktu yang begitu tepat. Bukan tayangan viral atau konten sensasi. Tapi sebuah suguhan yang penuh makna, menggali akar sejarah, spiritualitas, dan jati diri bangsa. Ini sebuah pengingat sunyi namun kuat, bahwa kita—sebagai anak-anak Nusantara—telah terlalu lama berpa...

Diskusi Alam | Sharing #17

Adakah satu saja langkah dalam perjalanan panjang dan berbelok ini, antara aksi dan reaksi perihal kepastian? Yang mana tidak melakukan aksi, hanya menunggu reaksi tanpa kita proses mekanismenya? Kurasa tidak ada, bahkan proses keajaiban pun memerlukan prosesi yang sangat panjang, tak lain proses sebab akibat yang ditimbulkan si penerima keajaiban. Ditempatku duduk sekarang ini, tepat di tepian pantai pukul 20.30 waktu setempat, ada keajaiban jiwa yang sangat kontras ketimbang saat menyeruput kopi di penginapan tadi. Ombakpun seolah membuka diskusi dengan suara gemuruhnya. Sang ombak membuka pernyataan melalui aksi reaksi ditepian pantainya yang saling mencumbui hingga bibir pantai, sang angin menambahkan melalui kelembutan terpaan yang ditimbulkannya, bahkan tuan langit tidak ingin ketinggalan dengan diskusi menarik ini, sang langitlah yang paling mendominasi diantara yang lainnya. Gulita adalah pernyataannya, yang mempengaruhi aksi reaksi yang ditimbulkan alam, pernyataan paling komp...

Jaringan Makna | Sharing #18

    Bagian favorit dalam buku Homo Deus Masa Depan Umat Manusia  "Jaringan Makna"  halaman 165. Dan, ...      Orang kesulitan memahami ide tentang "tatanan yang diimajinasikan" karena mereka berasumsi bahwa hanya ada dua jenis realitas: realitas objektif dan realitas subjektif. Dalam realitas objektif sesuatu ada secara independen dari keyakinan dan perasaan kita. Gravitasi, misalnya, adalah sebuah realitas objektif. Ia ada jauh sebelum Newton, dan ia berdampak pada orang-orang yang mempercayainya.      Sebaliknya, realitas subjektif bergantung pada keyakinan dan perasaan personal saya. Misalnya, saya merasakan nyeri yang hebat di kepala dan pergi ke dokter. Dokter memeriksa saya dengan teliti, tetapi tak menemukan masalah apa pun. Maka, dia mengirim saya untuk tes darah, air seni, DNA, X-ray, electrocardiogram, scan fMRI dan banyak lagi prosedur lainnya. Ketika hasilnya datang, dia memberitahu bahwa saya sehat sempurna, dan saya bisa...