Langsung ke konten utama

Harga Diri | Sharing #4

Semua orang mempunyai perspektif berbeda-beda akan harga diri, mungkin lebih ke tingkatan jabatan atau pengetahuanlah seseorang akan lebih dihargai. Aku ambil contoh seorang manajer dari sebuah perusahaan pastilah mempredikati dirinya mempunyai pandangan untuk lebih dihargai, atau seorang intelektual karena memiliki pengetahuan dan ilmu lebih dari yang lainnya. Lalu bagaimana kita menghargai seorang PSK? apakah mereka-mereka patut untuk dihargai?

Pandangan setiap orang terhadap PSK mungkin seringkali dipandang sebelah mata, karena mereka menjual tubuhnya dengan harga yang bisa dibilang sangat murah. Tapi kita kesampingkan dulu soal stigma buruk terhadap PSK. Karena mereka yang memilih terjun kepada dunia gelap gempita ini mempunyai alasannya masing-masing.

Di era milenial ini sering terjadi pelecehan-pelecehan dalam bidang pekerjaan, pelecehan disini Non fisik yang berarti tidak ada kontak fisik. Berbagai bidang dalam hal pelayanan mungkin menjadi sorotanku untuk artikel ini, karena dibidang inilah orang sering memandang sebelah mata akan pekerjaannya. Ketika di Mall kita sering melihat seorang office boy dengan gigihnya selalu mengepel lantai-lantai yang dikiranya kotor, seorang pelayan di minimarket yang selalu tersenyum ketika dihujat oleh konsumen, pelayan restoran yang setia menyambut konsumennya, bahkan seorang pramugari yang tak kenal lelah dengan segala speaking cautionnya. Pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah jasa pelayanan, yang pastinya pelayanan harus diberikan penuh terhadap konsumen.

Aku sekarang ini bekerja di minimarket, yang notabene segala sesuatu menyangkut dengan pelayanan. Minimarket adalah pasar modern, pastilah berbeda dengan pasar tradisional, katakanlah dalam hal kebersihan tempatnya, bahkan dari ketersediaan barangnya pun minimarket selalu terkontrol. Transaksinya pun berbeda, minimarket mempunyai kasir yang siap melayaninya. Disaat transaksilah konsumen sering komplain, mau itu dengan harga, mengenai promo, bahkan sampai komplain dengan keadaan tokonya. Disinilah seorang kasir harus bisa menangani komplain dari konsumen, yang tentunya perlu keahlian dalam speaking, intinya sih harus ekstra sabar. Setiap konsumen pasti berbeda-beda, kita perlu memahaminya, lalu apakah si konsumen bisa memahami seorang kasir atau kita sebut karyawan toko ini? 75% si konsumen hanya memandang kami seorang pelayan sama halnya seperti pelayan pada peradaban kuno. Harga dirinya di kesampingkan karena derajatnya mungkin berbeda.  Derajat yang mana? entahlah, manusia hanya digelapkan dengan harta dan tahta, itu semua hanya menghilangkan naluri sebagai manusiawi. Mungkin karena kami bangsa Indonesia yang telah terbiasa dengan jajahan pada masa lampau, menjadikan budaya masyarakat sekarang berpikiran kolonialis, yang berkedudukanlah patut di hormati. Kita lupa bahwa negri ini sudah lama di proklamirkan. Kebebasan telah lahir dari tangan seorang pejuang, lalu sampai kapankah? manusia hanya memandang dari segi status sosialnya saja, apakah hal duniawi sudah menyesatkan perspektif manusia? lalu lupa bahwa manusia adalah makhluk simbiosis mutualisme.

Sampai kapan negri ini dijajah oleh bangsa sendiri? ketika bidang pekerjaan dibeda-bedakan, status sosial menjadi tolak ukur. Menurutku semua pekerjaan sama saja, karena suatu pekerjaan yang dikerjakan itu adalah pekerjaan orang yang sedang kita kerjakan. Katakanlah sistem perusahaan, karyawan hanya bekerja untuk pemilik perusahaan tersebut, seorang pegawai negri yang bekerja untuk pemerintah. Pekerjaan apapun sama saja, mekanismelah yang menjadi pembeda. Mulailah menghargai seseorang tanpa melihat latar belakangnya, karena tujuan kita semua sama, berproses untuk hidup, setalah itu pulang ditelan bumi. Terkadang apa yang kita lakukan hari ini tidak langsung membuahkan hasil, bersabarlah karena yang kita kerjakan saat ini akan membuahkan hasil dimasa depan. Tetap semangat, panjang umur perjuangan!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Simbolik Merubah Daya Nalar / Manipulator Estetika

     "Enam tahun berlalu, dan rasanya seperti dua kehidupan yang berbeda." Nggak nyangka juga, akhirnya nulis lagi di blog ini—yang entah bagaimana masih bertahan meski pemiliknya sibuk survive dan belajar jadi manusia. Dalam enam tahun terakhir, karier naik turun kayak roller coaster, dan perjalanan batin? hhmm... sangat mengesankan. Tapi justru dari situ semua, banyak hal tumbuh… pelan-pelan, dalam diam, tapi nyata. Jadi, tulisan ini semacam sapaan hangat dari versi diriku yang sekarang—lebih lelah, tapi juga lebih paham arah.       Ada getaran batin ketika meng-klik thumbnail salah satu video yang baru saja ku tonton. Itulah yang aku rasakan saat menonton yang entah kenapa, hadir di waktu yang begitu tepat. Bukan tayangan viral atau konten sensasi. Tapi sebuah suguhan yang penuh makna, menggali akar sejarah, spiritualitas, dan jati diri bangsa. Ini sebuah pengingat sunyi namun kuat, bahwa kita—sebagai anak-anak Nusantara—telah terlalu lama berpa...

Diskusi Alam | Sharing #17

Adakah satu saja langkah dalam perjalanan panjang dan berbelok ini, antara aksi dan reaksi perihal kepastian? Yang mana tidak melakukan aksi, hanya menunggu reaksi tanpa kita proses mekanismenya? Kurasa tidak ada, bahkan proses keajaiban pun memerlukan prosesi yang sangat panjang, tak lain proses sebab akibat yang ditimbulkan si penerima keajaiban. Ditempatku duduk sekarang ini, tepat di tepian pantai pukul 20.30 waktu setempat, ada keajaiban jiwa yang sangat kontras ketimbang saat menyeruput kopi di penginapan tadi. Ombakpun seolah membuka diskusi dengan suara gemuruhnya. Sang ombak membuka pernyataan melalui aksi reaksi ditepian pantainya yang saling mencumbui hingga bibir pantai, sang angin menambahkan melalui kelembutan terpaan yang ditimbulkannya, bahkan tuan langit tidak ingin ketinggalan dengan diskusi menarik ini, sang langitlah yang paling mendominasi diantara yang lainnya. Gulita adalah pernyataannya, yang mempengaruhi aksi reaksi yang ditimbulkan alam, pernyataan paling komp...

Jaringan Makna | Sharing #18

    Bagian favorit dalam buku Homo Deus Masa Depan Umat Manusia  "Jaringan Makna"  halaman 165. Dan, ...      Orang kesulitan memahami ide tentang "tatanan yang diimajinasikan" karena mereka berasumsi bahwa hanya ada dua jenis realitas: realitas objektif dan realitas subjektif. Dalam realitas objektif sesuatu ada secara independen dari keyakinan dan perasaan kita. Gravitasi, misalnya, adalah sebuah realitas objektif. Ia ada jauh sebelum Newton, dan ia berdampak pada orang-orang yang mempercayainya.      Sebaliknya, realitas subjektif bergantung pada keyakinan dan perasaan personal saya. Misalnya, saya merasakan nyeri yang hebat di kepala dan pergi ke dokter. Dokter memeriksa saya dengan teliti, tetapi tak menemukan masalah apa pun. Maka, dia mengirim saya untuk tes darah, air seni, DNA, X-ray, electrocardiogram, scan fMRI dan banyak lagi prosedur lainnya. Ketika hasilnya datang, dia memberitahu bahwa saya sehat sempurna, dan saya bisa...