Langsung ke konten utama

Emansipasi Wanita | Sharing #2

Ketika perdaban Mesir kuno, wanita hanya dijadikan budak pemuas nafsu para kaum Adam. Potensinya dianggap tidak berguna, apalagi dengan tenaganya. Hidupnya hanya diperuntukan beranak pinak, tak lebih dari itu. Bahkan di era milenial ini sering kita lihat beberapa kasus pelecehan dan penganiayaan terhadap wanita. Ini bukan lagi jamannya wanita hanya dipandang sebelah mata. Emansipasi sudah ada sejak ibu kartini memperjuangkannya hingga saat ini.

Menurutku wanita adalah pejuang tangguh, para kaum adam mungkin lupa siapakah yang berjuang disaat mereka masih dikandung badan, mengurusinya sedari kecil hingga dewasa, apakah para lelaki bisa melakukannya? Tidak, tidak akan mungkin. Ini memang kelebihannya. Karena pada dasarnya wanita mempunyai batin yang sangat kuat.

Pada saat Indonesia mengalami krisis tahun 1998, wanita pun ikut menjadi korban para lelaki tak beradab. Hingga kejadian ini diabadikan dalam bentuk patung oleh seniman Nyoman Nuarta yang bisa kita nikmati karyanya digaleri pribadinya.

 
"Nightmare" karya Nyoman Nuarta 

Patung yang menceritakan penderitaan seorang wanita keturunan tionghoa yang diperkosa dan dianiaya ketika Indonesia dihantam krisis pada tahun 1998, ketika diskriminasi merajalela, perempuan dianggap hanya bertugas didapur dan dikasur. Seperti itukah perlakuan lelaki terhadap manusia yang sangat tulus, begitu kuat pula, yang telah melahirkan sekian banyak orang-orang penting dalam peradaban ini, masihkah harus wanita diperlakukan seperti itu? Apakah ibu kartini hanya sekadar slogan semata? Berlakulah wahai wanita agar disegani bukan disenangi!




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Simbolik Merubah Daya Nalar / Manipulator Estetika

     "Enam tahun berlalu, dan rasanya seperti dua kehidupan yang berbeda." Nggak nyangka juga, akhirnya nulis lagi di blog ini—yang entah bagaimana masih bertahan meski pemiliknya sibuk survive dan belajar jadi manusia. Dalam enam tahun terakhir, karier naik turun kayak roller coaster, dan perjalanan batin? hhmm... sangat mengesankan. Tapi justru dari situ semua, banyak hal tumbuh… pelan-pelan, dalam diam, tapi nyata. Jadi, tulisan ini semacam sapaan hangat dari versi diriku yang sekarang—lebih lelah, tapi juga lebih paham arah.       Ada getaran batin ketika meng-klik thumbnail salah satu video yang baru saja ku tonton. Itulah yang aku rasakan saat menonton yang entah kenapa, hadir di waktu yang begitu tepat. Bukan tayangan viral atau konten sensasi. Tapi sebuah suguhan yang penuh makna, menggali akar sejarah, spiritualitas, dan jati diri bangsa. Ini sebuah pengingat sunyi namun kuat, bahwa kita—sebagai anak-anak Nusantara—telah terlalu lama berpa...

Diskusi Alam | Sharing #17

Adakah satu saja langkah dalam perjalanan panjang dan berbelok ini, antara aksi dan reaksi perihal kepastian? Yang mana tidak melakukan aksi, hanya menunggu reaksi tanpa kita proses mekanismenya? Kurasa tidak ada, bahkan proses keajaiban pun memerlukan prosesi yang sangat panjang, tak lain proses sebab akibat yang ditimbulkan si penerima keajaiban. Ditempatku duduk sekarang ini, tepat di tepian pantai pukul 20.30 waktu setempat, ada keajaiban jiwa yang sangat kontras ketimbang saat menyeruput kopi di penginapan tadi. Ombakpun seolah membuka diskusi dengan suara gemuruhnya. Sang ombak membuka pernyataan melalui aksi reaksi ditepian pantainya yang saling mencumbui hingga bibir pantai, sang angin menambahkan melalui kelembutan terpaan yang ditimbulkannya, bahkan tuan langit tidak ingin ketinggalan dengan diskusi menarik ini, sang langitlah yang paling mendominasi diantara yang lainnya. Gulita adalah pernyataannya, yang mempengaruhi aksi reaksi yang ditimbulkan alam, pernyataan paling komp...

Jaringan Makna | Sharing #18

    Bagian favorit dalam buku Homo Deus Masa Depan Umat Manusia  "Jaringan Makna"  halaman 165. Dan, ...      Orang kesulitan memahami ide tentang "tatanan yang diimajinasikan" karena mereka berasumsi bahwa hanya ada dua jenis realitas: realitas objektif dan realitas subjektif. Dalam realitas objektif sesuatu ada secara independen dari keyakinan dan perasaan kita. Gravitasi, misalnya, adalah sebuah realitas objektif. Ia ada jauh sebelum Newton, dan ia berdampak pada orang-orang yang mempercayainya.      Sebaliknya, realitas subjektif bergantung pada keyakinan dan perasaan personal saya. Misalnya, saya merasakan nyeri yang hebat di kepala dan pergi ke dokter. Dokter memeriksa saya dengan teliti, tetapi tak menemukan masalah apa pun. Maka, dia mengirim saya untuk tes darah, air seni, DNA, X-ray, electrocardiogram, scan fMRI dan banyak lagi prosedur lainnya. Ketika hasilnya datang, dia memberitahu bahwa saya sehat sempurna, dan saya bisa...