Langsung ke konten utama

Energi Mayoritas | Sharing #8

Kali ini aku sangat merasakan miris yang amat terasa dalam, kenapa? Ditahun 2017-2018 ini negeri kita sedang dirundung permasalahan politik, dan budaya masyarakat. Kasus permasalahannya memang seperti apa? Ya, kalian pasti tahu kasus E-Ktp, sampai-sampai terjadi drama yang sangat tidak etis, terlebih sangat tidak pantas untuk ukuran seorang pejabat tinggi dalam perwakilan rakyat. Aku sempat berpikir apakah psikologis nya masih berjalan dengan baik? Entahlah duniawi memang banyak manipulasinya. Lalu kita lihat kasus Ahok mengenai penistaan agama, kasus Habib Riziq yang dilaporkan oleh Sukmawati dengan delik penodaan Pancasila, kemudian Sukmawati balik dihajar dengan tuduhan penistaan agama dalam puisinya, bahkan sampai pada Rocky Gerung seorang pengamat politik menjadi bulan-bulanan oleh warganet karena pernyataannya bahwa kitab suci adalah fiksi.

Sebenarnya ada apa dengan negeri tercinta ini? Apa negeri ini sedang mengalami kesakitan? Mungkin lebih ke gejala kali ya? Entahlah. Hasrat untuk memenjarakan orang begitu besar di negeri ini, lantang atas nama Tuhan, atas nama Pancasila, atas nama Agama, Bangsa dan Negara. Tetapi sangat lirih atas nama kemanusiaan. Palestina, Yaman, Rohingya, Gunung Slamet, Riau, Kalimantan, Papua, dan masih banyak lagi yang sebenarnya butuh keadilan, dan butuh pembelaan. GusDur pernah berbicara "Tuhan tidak perlu dibela, karena Dia sudah Maha segalanya, belalah mereka yang diperlakukan tidak adil."

Negeri tercinta ini terlalu banyak orang-orang atau kelompok yang menganggap dirinya paling benar, sehingga menjadikan dirinya sebagai tuan rumah. Mereka sangat sensitif apabila keyakinannya disebut-sebut, atau mungkin disudutkan dalam sebuah pembicaraan atau dalam bentuk karya tulis. Sebut saja kelompok Islam di negeri kita ini. Aku sendiri adalah seorang Islam, keluargaku terlahir dari keluarga Islam yang sangat kental, sehingga membuat diriku menjadi pribadi yang apa-apa harus dibandingkan dengan agama, meskipun tidak terlalu addict.

Jujur saja aku malu, sebagai umat Islam di negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam, bahkan negara ini adalah negara paling besar penganut islamnya dari seluruh dunia. Tetapi jiwa atau rasa toleransinya sangat minim sekali. Bagaimana anggapan orang-orang Non-Islam di negeri ini? Atau secara luas perspektif umat manusia diseluruh dunia terhadap Islam? Mungkin saja pandangan mereka terhadap Agama Islam itu adalah tentang Arogan para pemeluknya, atau agama yang rasis. Mereka punya penilaiannya sendiri terhadap umat Islam. Isis sudah sukses memanipulasi umat manusia diseluruh dunia, bahwa agama Islam itu seperti yang mereka perbuat, diperkuatlah oleh tingkah laku arogan atau rasisme di negeri ini. Malam kemarin aku menonton sebuah kajian Islam disalah satu kota di Indonesia yang ada di youtube, si pendakwah sangat menghujat dan memaki-maki Sukmawati, bahkan untuk ukuran seorang yang mengerti Islam, katakanlah ustad, kata-kata yang keluar dari mulutnya sangat-sangat tidak pantas untuk dikatakan, apalagi ditempat tersebut ada anak-anak yang memang sangat tidak lazim untuk mendengarkannya. Apakah Islam mengajarkan kebencian? Tidak! Tidak ada dalam Al-Qur'an maupun hadis! Wahai umat Islam, kaji dululah sebelum memaki-maki, anda sudah mencemarkan nama baik Islam dimata dunia, Kanjeng Nabi sekalipun tidak mengajarkan kebencian.

Kita sebagai muslim patut berbangga karena banyak sekali sekarang ini dari kalangan pemuda-pemudi yang berhijrah. Para pemuda penerus bangsa yang beragama sangat dibutuhkan untuk generasi yang akan datang di negeri tercinta ini. Beragama saja tidak cukup untuk membangun negeri ini, karena sudah menjadi budaya bahwa semakin dalam dia beragama, semakin pasrah terhadap Allah Swt. Itu salah besar, Allah tidak menganjurkan bertawakal saja, atau cukup berikhtiar saja,  tetapi diperlukan yang berwawasan. Intinya adalah seimbang antara agama dan urusan dunia. Tan Malaka menyampaikan rumusan bernegara untuk Indonesia, pemikirannya terangkum dalam buku Madilog karyanya sendiri, rumusannya adalah Materialisme, Dialektika, dan Logika. Materialisme adalah sebuah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Logika berarti pertimbangan akal pikiran yang diutarakam lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa atau singkatnya adalah ilmu yang menentukan keadaan suatu materi dalam dua pilihan, ya atau tidak, mati atau hidup, tinggi atau pendek dan sebagainya. Dan Dialektika, menurut Hege, menyatakan tidak ada satu kebenaran yang absolut berlaku.

Bangsa Indonesia memandang bahwa apa yang terjadi didunia ini dipengaruhi oleh kekuatan keramat alam gaib. Cara pandang ini, disebut oleh Tan Malaka sebagai "Logika Mistika". Logika ini melumpuhkan karena ketimbang menangani sendiri permasalahan yang dihadapi, lebih baik mengharapkan kekuatan-kekuatan gaib itu sendiri. Karena itu, mereka (Masyarakat Indonesia) mengadakan mantra, sesajen, dan doa-doa. Madilog hadir dalam upaya merevolusi paradigma tersebut. Madilog adalah sebuah akronim dari materialisme, dialektika, dan logika.

Semoga para pemuda-pemudi di Indonesia tidak termakan oleh manipulasi yang memperpecah belah bangsa kita, karena harapan bangsa ada ditangan kita sekarang, kalau bukan kita siapa lagi?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Simbolik Merubah Daya Nalar / Manipulator Estetika

     "Enam tahun berlalu, dan rasanya seperti dua kehidupan yang berbeda." Nggak nyangka juga, akhirnya nulis lagi di blog ini—yang entah bagaimana masih bertahan meski pemiliknya sibuk survive dan belajar jadi manusia. Dalam enam tahun terakhir, karier naik turun kayak roller coaster, dan perjalanan batin? hhmm... sangat mengesankan. Tapi justru dari situ semua, banyak hal tumbuh… pelan-pelan, dalam diam, tapi nyata. Jadi, tulisan ini semacam sapaan hangat dari versi diriku yang sekarang—lebih lelah, tapi juga lebih paham arah.       Ada getaran batin ketika meng-klik thumbnail salah satu video yang baru saja ku tonton. Itulah yang aku rasakan saat menonton yang entah kenapa, hadir di waktu yang begitu tepat. Bukan tayangan viral atau konten sensasi. Tapi sebuah suguhan yang penuh makna, menggali akar sejarah, spiritualitas, dan jati diri bangsa. Ini sebuah pengingat sunyi namun kuat, bahwa kita—sebagai anak-anak Nusantara—telah terlalu lama berpa...

Diskusi Alam | Sharing #17

Adakah satu saja langkah dalam perjalanan panjang dan berbelok ini, antara aksi dan reaksi perihal kepastian? Yang mana tidak melakukan aksi, hanya menunggu reaksi tanpa kita proses mekanismenya? Kurasa tidak ada, bahkan proses keajaiban pun memerlukan prosesi yang sangat panjang, tak lain proses sebab akibat yang ditimbulkan si penerima keajaiban. Ditempatku duduk sekarang ini, tepat di tepian pantai pukul 20.30 waktu setempat, ada keajaiban jiwa yang sangat kontras ketimbang saat menyeruput kopi di penginapan tadi. Ombakpun seolah membuka diskusi dengan suara gemuruhnya. Sang ombak membuka pernyataan melalui aksi reaksi ditepian pantainya yang saling mencumbui hingga bibir pantai, sang angin menambahkan melalui kelembutan terpaan yang ditimbulkannya, bahkan tuan langit tidak ingin ketinggalan dengan diskusi menarik ini, sang langitlah yang paling mendominasi diantara yang lainnya. Gulita adalah pernyataannya, yang mempengaruhi aksi reaksi yang ditimbulkan alam, pernyataan paling komp...

Jaringan Makna | Sharing #18

    Bagian favorit dalam buku Homo Deus Masa Depan Umat Manusia  "Jaringan Makna"  halaman 165. Dan, ...      Orang kesulitan memahami ide tentang "tatanan yang diimajinasikan" karena mereka berasumsi bahwa hanya ada dua jenis realitas: realitas objektif dan realitas subjektif. Dalam realitas objektif sesuatu ada secara independen dari keyakinan dan perasaan kita. Gravitasi, misalnya, adalah sebuah realitas objektif. Ia ada jauh sebelum Newton, dan ia berdampak pada orang-orang yang mempercayainya.      Sebaliknya, realitas subjektif bergantung pada keyakinan dan perasaan personal saya. Misalnya, saya merasakan nyeri yang hebat di kepala dan pergi ke dokter. Dokter memeriksa saya dengan teliti, tetapi tak menemukan masalah apa pun. Maka, dia mengirim saya untuk tes darah, air seni, DNA, X-ray, electrocardiogram, scan fMRI dan banyak lagi prosedur lainnya. Ketika hasilnya datang, dia memberitahu bahwa saya sehat sempurna, dan saya bisa...